Masyarakat Indonesia
sangat dimanjakan dengan tangan-tangan kreatif para produsen KW yang jago
memalsukan barang. Yah, walau penghasilan pas-pasan, bisa deh nenteng-nenteng
tas Luis Vitong, bisa deh pake sepatu
kroks, bisa deh pake jam tangan Casyo.
Kadang-kadang pertanyaan
yang terlintas adalah, beli yang asli atau yang abal ya? Toh banyak barang KW
super yang mirip sekali dengan aslinya tapi harganya super miring. Lagipula
teman-teman sekitar kita juga kebanyakan make barang asli tapi palsu, tuh.
Eits, gw baru inget kalau
Indonesia itu negara spesial. Banyak fenomena yang biasa terjadi disini, tapi
dianggap luar biasa di negara lain. Termasuk barang abal-abal.
Kisah bermula dari
keponakan gw yang sedang getol bermain bola di Muscat, nun jauh disana.
Kalo yang ini gw harus beli yang asli, kalo perlu beli orangnya. |
Kakek-nenek
yang sangat bangga tentu ingin mengabulkan permintaan para cucu, minta baju
bola Messi dan... entah siapa lagi itu. Alhasil tantenya yang keren ini turut
menemani perjalanan sang nenek mencari kaos bola untuk si cucu. Tak usah
ditanya dong bahwa kami mencari kaos bola biasa yang abal-abal. Maklum,
perbandingan jumlah toko yang menjual barang asli dan palsu memang lumayan
jomplang. Sejauh mata memandang, gampang banget nyari toko abal-abal. Tapi
kalau mau beli yang asli, oalah, harus berkelana ke kota Jakarta (kami hidup di
Jakarta pinggiran). Lagian, mana ada anak tetangga mau main bola aja harus pake
kaos bola asli ratusan ribu? *sotoy*. Ya kan? Ya kan? Buat maen doang,
yaelah... 50rebu aja udah cukup oke kok.
Sang nenek pun
mengirimkan baju bola itu. Cucu-cucu sangat girang bukan kepalang. Sampai barusan,
ada kabar dari negara nun jauh disana.
Ponakan gw melapor pada
ibunya setelah ia bermain bola. Katanya, menurut temannya (orang Indonesia
juga), baju bola miliknya ‘salah’. Yang ‘benar’ adalah baju bola temannya.
Pasalnya, tidak ada logo yang menunjukkan lisensi asli di baju bola milik
ponakan. Sang Ibu bingung harus bilang apa. Dia meyakinkan anaknya bahwa baju
bola milik anaknya juga ‘benar’.
It’s just different. Kata ibunya. Ponakan pun kembali berseri-seri.
Apalagi setelah neneknya meyakinkan, via telepon, bahwa baju bola itu asli dan
mahal.
"Mau dibeliin lagi?"
"Jangan, kalo mahal nanti
aja Aa transfer dulu uangnya."
Sang nenek makin trenyuh
dan kini meminta anak bungsunya untuk mencari logo asli di internet. Untuk apa?
Ya.. siapa tau bisa disablonin sehingga sang cucu bisa punya kaos abal tapi asli.
Anak bungsunya ngeloyor (setelah memberi saran pada sang nenek, daripada repot
mending beliin yang asli aja kalo gitu).
The End.
Nah, siapa yang sekarang
bersyukur tinggal di Indonesia? You can get anything in cheaper price!
Lucu juga sih culture
shock yang kayak gini. Barang abal-abal Cuma eksis di negara berkembang kali
ya. Lah, di negara maju, barang abal adalah sesuatu yang langka. Makanya,
anak-anak kecil disana sangat kritis terhadap barang asli atau palsu. Barang
abal-abal adalah sesuatu yang aneh bagi mereka. Kalo gw inget waktu kecil,
Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu. Satu geng anak SD beragam
pakaian/barangnya. Ada yang abal, ada yang asli. Namun tak ada yang peduli,
mereka belum kenal gengsi, mereka tetap bermain bersama.