Tuesday, April 12, 2011

Yuk Lengserkan Bill Gates!

Kalau kamu menyuruh teman-teman saya mendeskripsikan saya, hampir bisa dipastikan mereka akan menyebut saya sebagai Tukang Mengunduh. Laptop, internet, dan internet download manager sudah menjadi bagian dari hidup saya. Mengunduh adalah hobi saya dalam beberapa tahun terakhir ini. Label ini sangat kuat sampai-sampai saya jadi contact person kalau ada teman yang ingin bertanya-tanya soal cara mengunduh atau sekedar bagaimana cara mencari link unduhan. ‘Keahlian’ ini saya dapatkan dari teman-teman lelaki dari Fakultas Teknik yang sudah lebih lihai soal unduh-mengunduh. Kata-kata seperti IP Adress, Internet Download Manager, DNS sudah familier di dalam otak saya. Saya memang belum sejago anak-anak dari Fakultas Teknik atau Fakultas Ilmu Komputer dalam pengetahuan tentang internet dan unduh mengunduh, tetapi setidaknya di peer group FISIP saya lumayan bisa menjawab pertanyaan mendasar tentang mengunduh.

Seperti plot cerita seorang protagonis di film atau novel, saya pun pernah punya masa lalu yang suram. Dalam hal ini, masa suram adalah masa saat saya terkena sindrom gaptek, alias gagap teknologi. Baru kenal komputer saat kelas dua sekolah dasar, itu pun karena keperluan kakak saya yang sudah mahasiswa. Karena sifatnya yang masih kebutuhan tertier, saya yang anak bawang itu tidak diperbolehkan ikut-ikutan belajar main komputer. “Anak kecil jangan ikut-ikutan, nanti rusak!”. Kata-kata itu bukannya tidak beralasan. Karena belum mengerti benar bahasa Inggris, saya tidak tahu mana yang harus dipencet (istilah ‘klik’ buat saya waktu itu) untuk mematikan komputer. Saya cabut saja kabelnya.

Anak-anak yang baru tumbuh di jaman modern ini mungkin tidak sempat mengalami masa suram yang saya alami. Mereka hidup dikelilingi teknologi yang makin canggih dan menggila. Jaman saya SMP, telepon genggam masih merupakan barang mewah. Sekarang? Sepupu saya yang kelas satu SD menangis jejeritan minta dibelikan handphone. Keponakan saya saat balita punya jadwal wajib menonton Pocoyo di Youtube untuk menemaninya sarapan. Apa reaksi saya saat melihat kehidupan anak-anak yang seperti itu? Mungkin sama seperti saat kakak saya berkata, “Anak kecil jangan ikut-ikutan...!” . Ya, saya sempat berpikir, anak SD ngapain sih pakai blackberry? Anak kecil ngapain sih ikut hebohan di facebook? Kasihan betul anak kecil yang posisinya sering tidak dianggap penting. Padahal, katanya generasi muda adalah masa depan bangsa, termasuk anak-anak.

Untungnya ada orangtua yang tidak berpikir senyinyir saya (dulu). Mereka adalah orangtua dari Fahma Waluya Rohmansyah (12) dan Hania Pracika Rohmansyah (6). Duo adik-kakak ini merupakan salah satu pembuat game dan software mobile muda di dunia. Aksi mereka mengharumkan nama Indonesia dibuktikan dengan menjadi pemenang lomba membuat software di Asia Pacific Information and Communication Technology Award (APICTA) International 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka berdua bisa mengalahkan peserta lain yang bersaing dalam standar anak SMA.(http://indonesiaproud.wordpress.com)

Fahma dan Hania
credit:
indonesiaproud.wordpress.com

Fahma dan Hania sudah membuat berbagai macam software edukasi untuk anak-anak, seperti ENRICH (English for Children), MANTAP (Math for Children), Doa Anak Muslim (Prayers for Children), dan sebagainya. Fahma bertugas sebagai pembuat software, sedangkan Hania menyumbangkan ide dan mengisi suara untuk aplikasi software. Pada awalnya, Fahma membuat software memang untuk kebutuhan belajar Hania. Saat berumur tiga tahun, sang adik sulit mengenali huruf. Fahma ingin membantu agar adiknya bisa belajar dengan mudah. Fahma pun membuatkan aplikasi belajar di handphone karena Hania gemar bermain dengan telepon genggam sang ibu.

Karya-karya dari bibit-bibit unggul di Indonesia tidak hanya terbatas pada Fahma dan Hania. Anak Indonesia punya banyak potensi untuk bisa membuat inovasi baru asalkan difasilitasi dengan baik. Pendidikan yang semakin modern, orang tua yang suportif, dan lingkungan yang mendukung perkembangan anak. Jangan remehkan anak-anak karena imajinasi mereka biasanya lebih liar sehingga bisa menghasilkan karya yang luar biasa.

Saya pun jadi berpikir, andai dulu kakak tidak pelit membagi ilmunya tentang menggunakan komputer. Andai pelajaran komputer sudah ada sejak sekolah dasar. Andai saat itu saya tidak gaptek, mungkin saat ini nama saya yang melambung di kompetisi APICTA. Andai...

Daripada sibuk berandai-andai, lebih baik kita belajar lagi lebih giat agar tidak kalah prestasi dengan Fahma dan Hania. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Curahkan minat dan bakat Anda Computer Festival 2011 (COMPFEST 2011), ajang yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Kita bisa belajar dari seminar, workshop, dan kompetisi programming, blogging, robotic, dan game design. Siapa tahu Anda akan menuai kesuksesan yang sama, bahkan lebih, dari Fahma dan Hania. Ayo kita buat game yang akan dimainkan semua pecinta game di seluruh dunia! Ayo kita buat robot yang lebih canggih daripada Robot Humanoid di Jepang! Mari buat software yang lebih mengguncang dunia daripada karya Bill Gates! Kumpulkan modal untuk mengguncang dunia dengan karyamu disini!



Blogging Competition Compfest 2011

No comments:

 
design by suckmylolly.com