Weekly Express#17

Kathedral malam hari dilihat dari Istiqlal

Anak kampung Jakarta ini akhirnya sukses menunaikan shalat Magrib di Masjid Istiqlal. Berasa gaul deh berhubung seumur hidup ini baru kali kedua. Maklum, rumahnya pinggiran Jekardah banget. Bersama Andien Palsu, muter-muter norak di masjid bingung nyari tempat solat. Terkesima liat kubah megah. Yang lebih bikin kaget sih ternyata cuma ada sedikit jamaah di masjid semegah itu. Haemm.. Tapi kalo mendadak ramai seperti salat tarawih gw pun akan haru biru karena mungkin saja sebentar lagi kiamat 

Anyway, akhir pekan lalu gw berkencan dengan Deny seraya mencari kebenaran ilahi orang-orang yang berhubungan dengan kartu pos. Bertemulah kami dengan Nobi yang membuat toko online Postcard Around The World, makan es krim yang enak sedunia, sumpek-sumpekan di Shelter Harmoni yang TETAP penuh di hari libur, dan akhirnya bertemu dengan Kiram, pendiri cardtopost.

Salut buat anak-anak muda yang punya inisiatif membuat perubahan! 

Abis itu, gw menelepon idola pecinta kartu pos nyeni yang karyanya bisa dilihat di sini. Interlokal pake nomernya Deny, nyehehehe. Dijamin kalo pake nomer gw lima menit udah mati koneksinya karena tarifnya cuma sanggup dibayar pengusaha kaya 

Hari itu, beberapa kali liat dua lelaki tampan terlihat akrab berlebihan 

Gw merasa sakit hati pada busway transjakarta.

Coba ya coba bayangkan.. jam 8 malem menuju shelter. Nyampe rumah jam berapa hayooo? 23.00 WIB
bonus macet, ngantri, dan berdiri sampe kaki kaku.

Busway transjakarta + longweekend = neraka.

Yah, kereta gak beda jauh sih. Tapi bebas macet dan ngantri. Bonusnya sih berdesakan dan bau-bau alami manusia. Itulah jawaban mengapa orang-orang lebih banyak memakai masker saat pulang kerja daripada berangkat kerja. Bau-bau manusia menyentil bulu hidungmu!

Kereta selalu membuat hati gw berdesir loh. Bawaannya dag-dig-dug.
bisa masuk gak ya?
atau
bisa keluar gak ya?


Pertanyaan pertama gw lontarkan saat terpaksa melesakkan diri ke gerombolan gerbong campur yang penuh. Masih ada sisa tempat untuk kaki, jadi daripada telat gw masuk dan menabrakkan diri ke gerombolan bapak-bapak itu. Saking penuhnya, pintu gerbong gak ketutup! Jadi gw gelantungan di pintu kereta yang terbuka wahai saudara-saudara. Berkat kebaikan bapak-bapak di belakang gw yang -sepertinya- ngeri kalo gw jatoh, posisi gw rada aman karena pintu bisa ketutup, setidaknya nutupin setengah badan gw. Jadilah gw menikmati angin sepoi-sepoi sambil berdoa gak ada orang yang dorong-dorong karena gw terancam jatuh dari kereta berkecepatan tinggi.

Iseng-iseng cerita itu ke majikan.
Mukanya langsung pucat.

Intinya sih masih harus belajar jadi anak kereta yang baik dan benar. Sejauh ini masih emosi sama gerbong wanita ya. Sekarang gw tau kenapa dorong-dorongan di gerbong wanita lebih liar.

Para perempuan itu rata-rata terlalu mengandalkan orang lain. Maunya nyender sama orang lain. Gak mau nahan badan gitu deh. Kalo pun pegangan, formalitas doang itu tangan yang penting megang.

Jadilah ketika kereta menyentak, semuanya jatoh.

Kejadian ketika gw mencoba naik gerbong wanita di malam hari. Ceritanya di sebelah gw ada mbak-mbak. Gak (mau) pegangan. Pas kereta bergoyang ke sana-sini dia mepet dan menumpukan berat badannya ke gw. Emosi jiwa dooong ini calon-ibu-nyinyir yang kecapekan mana bawaannya kaya mau mudik diperlakukan seperti itu. Begitu sebelah gw ada space kosong gw pun bergeser sehingga si mbak-nyender kaget karena sandarannya yang nyaman mendadak hilang.

Dipikir-pikir jahat sih.
Mungkin ini sebab katanya jumlah cewe di neraka itu akan lebih banyak